Langsung ke konten utama

AKSI NYATA MODUL 1.4


Menuntun Tumbuhnya Motivasi Intrinsik

oleh

Ahmad Mukhlis Anshori

CGP Angkatan 9

SMAN 2 Ponorogo


Latar Belakang

Setiap sekolah pasti mengharapkan memiliki budaya positif.  budaya positif di sekolah adalah nilai-nilai dan kebiasaan-kebiasaan di sekolah yang berpihak pada murid agar mereka dapat berkembang menjadi pribadi yang kritis penuh hormat dan tanggung jawab.  budaya positif bisa terwujud jika setiap warga sekolah memiliki disiplin diri yang positif.  sikap positif akan sangat baik jika tumbuh dari motivasi  intrinsik.

Disiplin yang tumbuh dari  motivasi intrinsik akan memiliki ketahanan yang lebih lama dibandingkan jika disiplinnya tumbuh dari motivasi ekstrinsik.  Bagaimana cara untuk menumbuhkan motivasi intrinsik dalam diri warga sekolah khususnya pada murid?  Mengapa harus motivasi yang ditumbuhkan dalam diri murid?  jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut akan dijelaskan pada bagian berikutnya.


Tujuan

Menumbuhkan motivasi intrinsik dalam diri agar memiliki disiplin yang positif.


Pembahasan

Budaya positif di sekolah adalah nilai-nilai dan kebiasaan-kebiasaan di sekolah yang berpihak pada murid agar mereka dapat berkembang menjadi pribadi yang kritis penuh hormat dan bertanggung jawab. Sekolah pasti mengharapkan terwujudnya budaya positif tersebut agar semua proses yang ada di sekolah dan visi sekolah dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan.  Budaya  positif berkaitan erat dengan kedisiplinan dalam diri warga sekolah. Kedisiplinan yang diharapkan adalah kedisiplinan yang positif. 

Disiplin positif dalam suatu perilaku dapat didefinisikan sebagai perilaku yang mengacu pada nilai-nilai kebajikan universal dan memiliki motivasi intrinsik bukan ekstrinsik. Berdasarkan definisi tersebut maka dapat diketahui adanya dua hal yang penting dalam menumbuhkan disiplin positif yaitu nilai-nilai kebajikan dan motivasi intrinsik.  Kedua hal tersebut tentu saja harus ada dalam sebuah sekolah, sehingga sekolah dikatakan sebagai sekolah yang berbudaya  positif.

Berikut adalah peta konsep tentang budaya positif dan unsur-unsur yang berkaitan dengan budaya positif

 


Berdasarkan peta konsep tersebut dapat dijelaskan bahwa budaya positif dapat terwujud jika terdapat disiplin positif dalam sebuah sekolah.  Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya bahwa disiplin positif adalah suatu perilaku Yang mengacu pada nilai-nilai kebajikan universal dan memiliki motivasi intrinsik bukan motivasi ekstrinsik. Nilai-nilai kebajikan universal yang dimaksud dalam definisi tersebut diwujudkan dalam bentuk keyakinan kelas atau keyakinan sekolah. 

Keyakinan kelas atau keyakinan sekolah merupakan hasil kesepakatan antara guru dengan murid yang telah diyakini sebagai nilai kebajikan dan harus  ditaati oleh semua warga kelas ataupun sekolah baik itu guru maupun murid. Dalam proses penyusunan keyakinan kelas harus melibatkan guru dan murid secara bersamaan.  Jadi keyakinan kelas tidak disusun oleh guru saja ataupun murid saja. Produksi dalam keyakinan kelas disusun dalam kalimat-kalimat positif.  Sebagai contoh “masuk kelas tepat waktu”  bukan “tidak boleh datang terlambat”. 

Ketika keyakinan kelas telah disepakati maka harapannya adalah Setiap warga dalam kelas tersebut harus menaati dan meyakini keyakinan jelas yang telah disusun bersama. Akan tetapi jika terjadi pelanggaran itu adalah sesuatu hal yang mungkin saja terjadi. Pelanggaran dapat terjadi ketika murid bertindak tidak sesuai dengan keyakinan kelas yang telah disepakati. Pelanggaran tersebut dapat terjadi karena adanya kebutuhan dasar pada diri murid yang belum terpenuhi  sehingga ketika murid berusaha memenuhi kebutuhan dasarnya terjadilah pelanggaran pada keyakinan kelas. 

Kebutuhan dasar pada manusia dapat dibedakan menjadi lima macam yaitu bertahan hidup,  kesenangan,  rasa kasih sayang dan diterima, kebebasan,  dan penguasaan. Jika lima kebutuhan dasar manusia terpenuhi  kemungkinan untuk  terjadinya pelanggaran terhadap keyakinan kelas akan sangat kecil.  Sebaliknya jika terdapat kebutuhan dasar yang belum terpenuhi dapat memperbesar kemungkinan terjadinya pelanggaran terhadap keyakinan kelas. Sebagai contoh ketika murid dari keluarga yang tidak mampu misalkan setiap malam murid tersebut harus membantu orang tuanya menyiapkan kebutuhan untuk usaha atau berjualan sehingga murid tidur larut malam dan akhirnya ketika di kelas murid mengalami rasa ngantuk yang luar biasa sehingga tertidur selama proses pembelajaran berlangsung. Contoh yang lainnya adalah ketika murid ingin mendapatkan kesenangan dengan bermain game melalui gawainya sehingga tanpa disadari  waktu belajar yang telah berlangsung sedangkan menurut tersebut masih asyik dengan gawainya  di luar kelas. Berarti siswa tersebut telah meninggalkan pembelajaran hanya karena untuk memenuhi kesenangannya yang belum dia dapatkan. 

Ilustrasi pelanggaran di atas merupakan bentuk pelanggaran karena kebutuhan dasar yang tidak terpenuhi. Oleh karena itu perlu upaya dari guru untuk membantu murid agar tidak lagi melakukan terjadi pelanggaran terhadap keyakinan kelas. Dalam menyelesaikan pelanggaran yang dilakukan oleh murid guru memiliki posisi kontrol bermacam-macam. Terdapat 5 posisi kontrol yang dapat dilakukan oleh guru dalam mengatasi pelanggaran yang dilakukan oleh murid.  Kelima posisi kontrol tersebut adalah  sebagai penghukum,  membuat rasa bersalah,  teman,  pemantau,  dan manajer. 

Posisi kontrol yang memiliki  dampak positif dalam upaya untuk menumbuhkan motivasi intrinsik murid adalah posisi sebagai manajer. Posisi Manager akan membantu murid untuk menemukan akar masalah kemudian membantu murid untuk menemukan solusi atas masalah yang dialami ketika pelanggaran terhadap keyakinan kelas dilakukan. Posisi kontrol sebagai manajer diterapkan dalam proses segitiga restitusi. Segitiga  restitusi adalah cara untuk menyelesaikan pelanggaran yang dilakukan oleh  murid melalui 3 tahapan yaitu menstabilkan identitas,  validasi tindakan yang salah,  dan menanyakan keyakinan.

 Dalam segitiga resolusi guru bersama dengan murid  mencari sumber masalah yang terjadi kemudian mendorong murid untuk mempertanggungjawabkan tindakannya. Kemudian guru memandu murid untuk menemukan solusi atas masalah yang dialami yang menyebabkan murid tersebut melakukan pelanggaran terhadap keyakinan kelas.  Tujuan dari segitiga restitusi ini adalah agar murid tumbuh tanggung jawab dalam dirinya kemudian tumbuh motivasi intrinsik untuk menaati keyakinan kelas yang telah disepakati. Jadi motivasi intrinsik sangat diharapkan tumbuh dalam diri siswa agar lahir disiplin positif dalam diri siswa. 

Motivasi intrinsik adalah motivasi seseorang untuk menjadi apa yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai kebajikan yang telah dipercaya atau diyakini. Jadi ketika murid menaati keyakinan kelas yang telah disepakati sebenarnya adalah bentuk  penghargaan terhadap dirinya sendiri. Dengan motivasi intrinsik yang tumbuh dalam diri murid maka kedisiplinan yang terbentuk adalah disiplin yang positif dan dengan disiplin yang positif tersebut akan terwujud budaya positif atau bertahannya budaya positif yang telah ada di sekolah.


Kesimpulan

Motivasi intrinsik dalam  diri murid dapat ditumbuhkan melalui upaya pembentukan keyakinan kelas yang dibentuk oleh guru bersama dengan murid sehingga keyakinan kelas tersebut bersumber dari dua arah. Dengan melibatkan murid ketika menyusun keyakinan kelas maka murid akan muncul rasa untuk menghargai dirinya sendiri terhadap keyakinan kelas yang telah mereka tuliskan.  untuk menumbuhkan motivasi intrinsik pada murid yang telah melakukan pelanggaran terhadap keyakinan dapat dilakukan melalui segitiga restitusi dengan hadirnya guru menuntun murid menemukan penyebab pelanggaran dan menuntun murid menemukan solusi atas pelanggaran yang telah dilakukan.


Dokumentasi Diseminasi Budaya Positif









 

Komentar